Penulis : Hiday Nur
Penerbit : Gong Publishing
Cetakan : Pertama, April 2017
Tebal Buku : 44 Halaman
Wow! Ya, kata itu yang langsung terucap begitu membaca puisi-puisi yang ada dalam buku 30 Menit Kumpulan Puisi karya Hiday Nur ini. Kagum. Tentu saja. Meski hanya semalam, saya pernah bersama dengannya menghabiskan waktu. Maka sedikit banyak mengetahui kesibukannya. Jadi bisa menciptakan karya berupa puisi sebanyak ini, bagi saya luar biasa.
Melalui puisi-puisi dalam buku ini, sedikit banyak jadi mengetahui bahwa setiap penggal kisah yang ia lalui mampu diurainya ke dalam bentuk puisi. Seperti dalam puisi berjudul “Garuda Aksara dan Satu Senja di Singapura.” Dua pengalaman yang bagi pendengar saja sudah “sesuatu” sekali. Apalagi bagi yang mengalaminya sendiri. Berikut petikan puisi tersebut:
Kita adalah garuda-garuda kecil menggenggam pena
Bersimbah tinta kita
Memerahkan pucat, memutihkan kelabu
Kita adalah garuda-garuda yang kelak pulang
Dengan jemari kekar menggamit sapu tangan disulam permata
Demi mengelap sungai d mata bunda
Mencandainya agar tersenyum laksana manusia
(Garuda Aksara)
Penerbit : Gong Publishing
Cetakan : Pertama, April 2017
Tebal Buku : 44 Halaman
Wow! Ya, kata itu yang langsung terucap begitu membaca puisi-puisi yang ada dalam buku 30 Menit Kumpulan Puisi karya Hiday Nur ini. Kagum. Tentu saja. Meski hanya semalam, saya pernah bersama dengannya menghabiskan waktu. Maka sedikit banyak mengetahui kesibukannya. Jadi bisa menciptakan karya berupa puisi sebanyak ini, bagi saya luar biasa.
Melalui puisi-puisi dalam buku ini, sedikit banyak jadi mengetahui bahwa setiap penggal kisah yang ia lalui mampu diurainya ke dalam bentuk puisi. Seperti dalam puisi berjudul “Garuda Aksara dan Satu Senja di Singapura.” Dua pengalaman yang bagi pendengar saja sudah “sesuatu” sekali. Apalagi bagi yang mengalaminya sendiri. Berikut petikan puisi tersebut:
Kita adalah garuda-garuda kecil menggenggam pena
Bersimbah tinta kita
Memerahkan pucat, memutihkan kelabu
Kita adalah garuda-garuda yang kelak pulang
Dengan jemari kekar menggamit sapu tangan disulam permata
Demi mengelap sungai d mata bunda
Mencandainya agar tersenyum laksana manusia
(Garuda Aksara)
Dalam mimpi aku masih menjumpainya
3 beton bersaudara tegak mengangkat perahu
Riak ombak di dinding perak silau memukau pandang
3 beton bersaudara tegak mengangkat perahu
Riak ombak di dinding perak silau memukau pandang
Nun di sana, Komidi putar raksasa memutar gemulai, membiru ditimang awan
Segenap keindahan berkumpul, pada satu senja di jantung Singapura
(Satu Senja di Singapura)
Itu hanya sepenggal kisah. Masih banyak kisah-kisah lain yang teruntai. Kisah seputar kita dan yang biasa kita jumpai, seperti yang tertuang dalam puisi berjudul “Pengamen Gaek, Pemanggul Pacul, Pasar dan Monolog Hujan.” Serta masih banyak lagi.
Secara keseluruhan saya suka puisi-puisi dalam buku ini. Ada nuansa puitisnya dan juga ada kesederhanaan kata yang biasa saja mungkin, tetapi menjadi tak biasa terdengarnya.
30 tahun nanti
Kau mungkin makin tua,
Dan aku, entah masih atau tiada
Segenap keindahan berkumpul, pada satu senja di jantung Singapura
(Satu Senja di Singapura)
Itu hanya sepenggal kisah. Masih banyak kisah-kisah lain yang teruntai. Kisah seputar kita dan yang biasa kita jumpai, seperti yang tertuang dalam puisi berjudul “Pengamen Gaek, Pemanggul Pacul, Pasar dan Monolog Hujan.” Serta masih banyak lagi.
Secara keseluruhan saya suka puisi-puisi dalam buku ini. Ada nuansa puitisnya dan juga ada kesederhanaan kata yang biasa saja mungkin, tetapi menjadi tak biasa terdengarnya.
30 tahun nanti
Kau mungkin makin tua,
Dan aku, entah masih atau tiada
(30 Tahun Nanti)
Larindah, 6 Juni 2017
#BukuPuisi
#NulisRandom2017
#Harike-6
Larindah, 6 Juni 2017
#BukuPuisi
#NulisRandom2017
#Harike-6
Buku ini memang keren
BalasHapus