Langsung ke konten utama

{Review} Buku 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi

Awal tahun 2021 saya buka dengan sebuah karya bersama teman-teman Kompasianer berupa buku kumpulan testimoni, 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi.

Buku ini merupakan kumpulan artikel Kompasianer (sebutan untuk penulis di Kompasiana) terpilih yang memberikan opininya tentang Tjiptadinata Effendi.

Beliau adalah sosok penulis senior di Kompasiana yang sangat ramah dan inspiratif. Kisah perjalanan hidupnya ia ceritakan dengan gamblang di Kompasiana untuk dijadikan pelajaran bagi para pembaca.

Mulai dari kehidupannya yang menurut beliau begitu susah saat baru menikah di daerah Padang, Sumatera Barat. Hingga kehidupannya kini yang bahagia di negara Australia beserta anak dan cucu. 

Pak Tjip (begitu saya memanggilnya) dan istri beliau, Bu Roselina senantiasa membagikan cerita kehidupan mereka dengan terbuka dan riang gembira. Bagaimana mereka melewati masa-masa sulit sampai bisa menjadi seperti sekarang ini.

Bagi para pembaca tentu kisah mereka tersebut sangat inspiratif. Bisa dijadikan teladan dan contoh nyata di kehidupan. Setiap kita para Kompasianer pun memiliki sudut pandang berbeda  dalam menilai kehidupan mereka.

Nah, buku ini menjabarkan bagaimana para Kompasianer memandang kisah hidup mereka. Baik mereka yang sudah pernah bertemu secara langsung maupun yang belum pernah seperti saya.

Pendapat dan kesan para Kompasianer terhadap keduanya terangkum dalam buku kumpulan testimoni, 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi.

Bagi saya bisa tergabung dalam buku ini sebuah kehormatan. Mengingat siapa beliau di Kompasiana. Istilah lainnya, siapa sih Kompasianer yang enggak kenal Tjiptadinata Effendi?

Sementara saya, belum pernah bertemu. Interaksi pun hanya melalui tulisan. Itu pun tidak terlalu sering. Sebab saya baru beberapa tahun juga aktif lagi menulis di Kompasiana. Jadi senang sekali ketika dihubungi untuk segera mengirim tulisan ke redaksi yang ditunjuk.

Bagi pak Tjiptadinata Effendi sendiri buku ini merupakan kado pernikahan mereka yang ke-56 tahun. Saya semakin tersanjung dan merasa senang sekali. Karena buku ini memang istimewa dan spesial. Tak hanya bagi pak Tjip tapi juga bagi para Kompasianer (terutama saya).

Senang bisa tergabung bersama teman-teman Kompasianer yang lebih senior dan lebih berpengalaman. Membaca tulisan mereka dalam buku ini menjadi pembelajaran juga buat saya. Tentang gaya dan cara penulisan masing-masing penulis.

Tentang Buku

Dokumen pribadi


Judul buku: 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi
Penulis: Hendro Santoso, Fatmi Sunarya dkk
Penerbit: PIMEDIA, Bandung
Cetakan: Pertama, Februari 2021
Penyunting: Tjiptadinata Effendi dan Ikhwanul Halim

Kata mereka:

Pak Tjip dan Bu Ros memiliki konsistensi menulis yang patut dibanggakan. Di usia senja masih produktif menulis. Mereka role model dalam hidup bagi para Kompasianer.  (Nurulloh-Chief Operating Office Kompasiana)

Pak Tjip dan Bu Ros adalah sedikit contoh orang yang merasakan nikmatnya menulis dan serunya bersilaturahmi lewat tulisan. (Iskandar Zulkarnaen-Co-founder Kompasiana)

Pak Tjip, Teladan Literasi yang Sangat Langka. (Pepih Nugraha-Penulis, Pegiat Literasi)

(EP)


Komentar

  1. Bisa dijadikan contoh sosok beliau ini, walau usia tak lagi muda tapi tetap produktif dalam berkarya.
    Kita yang masih muda pastinya gak boleh kalah ya, apalagi tulisan beliau dalam menceritakan perjalanan hidup bersama istri bisa dijadikan inspirasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Sosok yang sangat inspiratif.

      Hapus
  2. Keren lho mbak Denik bisa bergabung dengan para kompasioner lainnya menerbitkan sebuah buku. Aku aja ingn menerbitkan buku solo kok mager banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Ayo Mba semangaaatt. Pasti bisa.

      Hapus
  3. Wah, seru kayaknya ya Mbak.
    Jadi penasaran ingin ikut membaca bukunya.
    Saya juga pembaca Kompasiana, tapi entah kenapa masih belum pede untuk menulis di sana. Beraninya baru menulis di blog sendiri, hehe.
    Selamat ya Mbak, atas terbitnya Antologi 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Kenapa gak pede? Ayo Mba. Pasti bisa deh.

      Hapus
  4. Keren mba konsisten jadi Kompasianers heheh semoga terus menginspirasi ya mba

    BalasHapus
  5. ada suatu kebangaan dan kehormatan sendiri ya Kak jika kita bisa berhasil buat buku inspiratif seperti ini.
    pasti bukunya bermanfaat buat semua, bisa mengambil hikmah dari kisah inspiratif Pak Tjip dan Bu Ros.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Kebahagiaan luar biasa nih. Banyak hikmah yang bisa didapatkan.

      Hapus
  6. Wah, selamat ya Mbak Denik. Saya dulu sering dengar nama Tjiptadinata Effendy. Ternyata memang senior di bidang tulis-menulis.
    Semoga bukunya menjadi inspirasi bagi para pembacanya ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Beliau penulis senior. Senang bisa berkarya dengan beliau.

      Hapus
  7. Mbak Denik emang keren, pasti seru banget bisa mendengarkan atau membaca kisah Pak Tjip. Bisa dijadikan motivasi hidup dan menulis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mba. Iya, nih. Kisah hidup mereka pelajaran berharga buat kita.

      Hapus
  8. Ini keduanya berarti penulis juga ya Mba, Pak Tjip dan Ibu Roselina? Apa iya ini isinya 150 orang kompasianer yang menulis? Sepertinya buku ini penuh motivasi dan punya berbagai pesan kehidupan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba. Keduanya penulis. Isi buku ini malah lebih dari 150 penulis... hehehe

      Hapus
  9. Penulisnya berarti penggemar karya-karya pak tjip, ya.
    Banyak sekali ya penulis yang ikut menulis di buku ini...
    Semoga menjadi kado yang indah bagi pak tjip

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Mba. Beliau sosok yang inspiratif.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bait Pantun Satukan Negeri, Karya Istimewa di Tahun 2022

Pantun. Jenis puisi lama yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Pantun terdiri atas 4 larik yang masing-masing larik memuat 8-12 suku kata, dengan pola a-b-a-b Buku antologi pantun (dokpri) Sejak sekolah dasar saya sudah mengenal pantun. Kerap mendengar orang berpantun. Senang juga membaca buku-buku pantun. Namun ketika diminta untuk membuat pantun langsung mengangkat bendera putih alias nyerah. Jujur, saya dari dulu paling tidak bisa menulis pantun. Berbeda dengan puisi, yang meski tidak romatis sekali puisinya tapi bisalah. Sedangkan pantun? Duh, pusing. Merangkai dan menemukan kata-kata yang pas untuk tiap lariknya. Jadi tidak pernah terpikirkan untuk menulis pantun.  Tahun 2021 lalu ada undangan untuk menulis buku antologi pantun dari Rumah Produktif Indonesia Sumatera Barat. Tiap peserta diwajibkan menulis 20 pantun. Widih, seram sekali. Dengan DL sekitar satu bulan. Awalnya saya abaikan. Karena memang merasa pusing. Rasanya tidak bakat deh untuk menulis pantun

[Review] Buku Sesungguhnya Kita Sudah Terlalu Lelah Untuk Memenuhi Ekspektasi Orang Lain

Tahun baru baju baru [X]  Tahun baru buku baru [✓]  Dan itulah yang saya lakukan. Membaca buku baru.  Buku yang saya baca kali ini judulnya “sesungguhnya kita sudah terlalu lelah untuk memenuhi ekspektasi orang lain” karya Nia Hanie Zen. Buku bergenre psikologi yang dikemas dalam bahasa yang ringan. Sehingga pembaca tidak merasa berat dalam mencerna kalimat demi kalimat. Berikut ini sinopsisnya : Buku ini terdiri atas 30 bab yang ditulis dalam bentuk Day 01 dan seterusnya. Tiap babnya mengupas segala hal dengan sangat detail. Seperti bagian 2 yang mengupas tentang diri kita, bagian 12 tentang menjadi produktif dan masih banyak lagi. Dalam tiap bagian yang dibahas dalam buku ini,  kita akan menemukan kalimat-kalimat ajaib yang bisa menjadi motivasi dan semangat diri. Seperti: Dalam proses mengubah kebiasaan buruk,  pertama-tama sangat dibutuhkan niat yang kuat dari diri kita. Ada kemauan untuk berubah dan kesadaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seorang penulis yang produktif ak