Langsung ke konten utama

[Review] Buku Sesungguhnya Kita Sudah Terlalu Lelah Untuk Memenuhi Ekspektasi Orang Lain

Tahun baru baju baru [X] 

Tahun baru buku baru [✓] 

Dan itulah yang saya lakukan. Membaca buku baru. Buku yang saya baca kali ini judulnya “sesungguhnya kita sudah terlalu lelah untuk memenuhi ekspektasi orang lain” karya Nia Hanie Zen.

Buku bergenre psikologi yang dikemas dalam bahasa yang ringan. Sehingga pembaca tidak merasa berat dalam mencerna kalimat demi kalimat.

Berikut ini sinopsisnya:

Buku ini terdiri atas 30 bab yang ditulis dalam bentuk Day 01 dan seterusnya. Tiap babnya mengupas segala hal dengan sangat detail. Seperti bagian 2 yang mengupas tentang diri kita, bagian 12 tentang menjadi produktif dan masih banyak lagi.

Dalam tiap bagian yang dibahas dalam buku ini,  kita akan menemukan kalimat-kalimat ajaib yang bisa menjadi motivasi dan semangat diri. Seperti:

Dalam proses mengubah kebiasaan buruk,  pertama-tama sangat dibutuhkan niat yang kuat dari diri kita. Ada kemauan untuk berubah dan kesadaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Seorang penulis yang produktif akan menghasilkan karya tulis yang terus-menerus secara berkala. Seorang youtuber yang produktif akan selalu siap dengan video-video baru yang inspiratif.

Proses membangun kepercayaan diri tidak mudah dan instan. Semua itu butuh proses panjang. Intinya, kita selalu berusaha dan konsisten dalam membangun kepercayaan diri. Yakinlah bahw kita bisa dan mampu berubah menjadi lebih baik, yaitu pribadi yang percaya diri.

Tentang buku ini

Dokumen pribadi

Judul: sesungguhnya kita sudah terlalu lelah untuk memenuhi ekspektasi orang lain

Penulis: Nia Hanie Zen

Penerbit: Psikologi Corner, Yogyakarta

Cetakan: Pertama, November 2021

Tebal buku: 236 hlm

Tentang penulis

Nia Hanie Zen

Nia Hanie Zen, penulis yang tinggal di Depok ini merupakan anggota komunitas menulis Forum Lingkar Pena Jakarta. Ia juga bekerja di lembaga pendidikan asal Jepang. 9 buku antologi sudah ia hasilkan. Tulisan-tulisan ringannya dapat dibaca di blog pribadi www.nulisajayuk.blogspot.com. Penulis dapat dihubungi melalui media sosial Twitter dan Instagram dengan akun @nia_hnie

Komentar

  1. Baca judul bukunya aja udah menyentuh hati ini. Selalu yang berbau psikologi menjadi bacaan wajib bagi saya. Terima kasih Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Mba. Terima kasih sudah berkunjung.

      Hapus
  2. Terima kasih, Mba Denik ulasannya 🤩🙏

    BalasHapus
  3. Terima kasih, Mba Denik ulasannya 🤩🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bait Pantun Satukan Negeri, Karya Istimewa di Tahun 2022

Pantun. Jenis puisi lama yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Pantun terdiri atas 4 larik yang masing-masing larik memuat 8-12 suku kata, dengan pola a-b-a-b Buku antologi pantun (dokpri) Sejak sekolah dasar saya sudah mengenal pantun. Kerap mendengar orang berpantun. Senang juga membaca buku-buku pantun. Namun ketika diminta untuk membuat pantun langsung mengangkat bendera putih alias nyerah. Jujur, saya dari dulu paling tidak bisa menulis pantun. Berbeda dengan puisi, yang meski tidak romatis sekali puisinya tapi bisalah. Sedangkan pantun? Duh, pusing. Merangkai dan menemukan kata-kata yang pas untuk tiap lariknya. Jadi tidak pernah terpikirkan untuk menulis pantun.  Tahun 2021 lalu ada undangan untuk menulis buku antologi pantun dari Rumah Produktif Indonesia Sumatera Barat. Tiap peserta diwajibkan menulis 20 pantun. Widih, seram sekali. Dengan DL sekitar satu bulan. Awalnya saya abaikan. Karena memang merasa pusing. Rasanya tidak bakat deh untuk menulis pantun

{Review} Buku 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi

Awal tahun 2021 saya buka dengan sebuah karya bersama teman-teman Kompasianer berupa buku kumpulan testimoni, 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi . Buku ini merupakan kumpulan artikel Kompasianer (sebutan untuk penulis di Kompasiana) terpilih yang memberikan opininya tentang Tjiptadinata Effendi. Beliau adalah sosok penulis senior di Kompasiana yang sangat ramah dan inspiratif. Kisah perjalanan hidupnya ia ceritakan dengan gamblang di Kompasiana untuk dijadikan pelajaran bagi para pembaca. Mulai dari kehidupannya yang menurut beliau begitu susah saat baru menikah di daerah Padang, Sumatera Barat. Hingga kehidupannya kini yang bahagia di negara Australia beserta anak dan cucu.  Pak Tjip (begitu saya memanggilnya) dan istri beliau, Bu Roselina senantiasa membagikan cerita kehidupan mereka dengan terbuka dan riang gembira. Bagaimana mereka melewati masa-masa sulit sampai bisa menjadi seperti sekarang ini. Bagi para pembaca tentu kisah mereka tersebut sangat inspiratif. Bisa dija