Tertuju Padamu
Penulis. : Abdul Salam HS
Cetakan. : Pertama, Maret 2017
Tebal Buku. : 59 halaman
Cetakan. : Pertama, Maret 2017
Tebal Buku. : 59 halaman
Saya tak pandai berpuisi. Apalagi menulis puisi. Tetapi saya suka akan puisi. Dan kagum dengan mereka yang mampu mencipta puisi, hingga berlembar-lembar pula. Wow...hebat!
Dan saya tidak terpaku pada satu karya puisi. Mulai dari Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Taufik Ismail, Joko Pinurbo, Helvy Tiana Rosa dan masih banyak lagi, semuanya saya suka. Bagi saya karya mereka memiliki keistimewaan masing-masing. Banyak hal pula yang bisa didapat dari masing-masing karya.
Untuk buku puisi karya Abdul Salam SH ini, ada banyak hal pula yang saya dapat. Utamanya tentang kehidupan dan keseharian hidup itu sendiri. Ada “Hujan Turun di Alun-alun Kota” yang salah satu baitnya berbunyi seperti ini:
Sore ini, aku memandangi jalan kota
Yang gaduh, suara tukang asongan yang kelam
Bersijingkat di trotoar alun-alun kota tak tertata
Langit mengatupkan sepi, gerimis menabur sangsi
Kota hilang dalam belukar kabut
Yang gaduh, suara tukang asongan yang kelam
Bersijingkat di trotoar alun-alun kota tak tertata
Langit mengatupkan sepi, gerimis menabur sangsi
Kota hilang dalam belukar kabut
Kisah dan kegelisahan lain tertuang dalam puisi berjudul “Dalam Gerbong Kereta Api, Royal dalam Guyuran” dan masih banyak lagi.
Puisi lainnya dalam buku ini yang mencomot nama-nama tempat atau daerah, menghentak jiwa ini untuk mengetahuinya lebih jauh. Atau memunculkan kembali kenangan pada tempat-tempat yang pernah disinggahi. Hal tersebut terasakan pada puisi dengan judul “Jembatan Karangantu, Di Kaibon Menjelang Petang, Benteng Kalamata, Batu Angus dan Tasikardi."
Tetapi tidak hanya itu. Masih banyak lagi puisi-puisi dengan tema berbeda tertuang dalam buku ini. Seperti puisi dengan judul “Tak Ada Lagi Cinta” yang di antara baitnya berbunyi seperti ini:
Tak sopan rasanya jika aku menanyakan namamu
Sedangkan kau tak mengenal
Bagaimana aku memupuk kegetiran cinta
Di ladang yang kering dan penuh hama
Sedangkan kau tak mengenal
Bagaimana aku memupuk kegetiran cinta
Di ladang yang kering dan penuh hama
Satu tahun lebih, aku belajar lagi bagaimana
Cara mencintai. Terkadang aku merasa gila
Di tengah keramaian yang mengepung
Kerinduan padamu. Tangan dan mulutmu
Setiap aku datang selalu menudingku
Dengan rasa curiga dan nada mencerca
Cara mencintai. Terkadang aku merasa gila
Di tengah keramaian yang mengepung
Kerinduan padamu. Tangan dan mulutmu
Setiap aku datang selalu menudingku
Dengan rasa curiga dan nada mencerca
Aku ingin menanyakan namamu
Sekali lagi, tetapi rasanya tak sopan
Karena banyak orang telah menyanjung dan mencintaimu
Dengan nada mengiba, aku ucapkan
Terima kasih dan selamat tinggal
Untuk selamanya
Sekali lagi, tetapi rasanya tak sopan
Karena banyak orang telah menyanjung dan mencintaimu
Dengan nada mengiba, aku ucapkan
Terima kasih dan selamat tinggal
Untuk selamanya
Saya tak pandai menilai sebuah karya. Apalagi untuk mengkritisi. Saya hanya penikmat yang berusaha menikmati semua dengan hati. Dan menuangkannya kembali dengan hati. Semoga saja berkenan dan memberi kesan di hati.
Larindah, 5 Juni 2017
#bukupuisi
#NulisRandom2017
#Harike-5
#NulisRandom2017
#Harike-5
Keren puisinya... 😍😍
BalasHapusIya, pada pinter ya bikin puisi. Mbok ya di ajari saya... Hehe
HapusPengen bukuku nanti diresensi oleh Mba Denik
BalasHapusSiaaapp.... Hehehe
Hapus